Me, My Children, Pengalaman, Komentar, Tanggapan dan Masukan Menghadapi PPDB 2016


Screen Shot 2016-07-14 at 16.09.19

(gambar diambil dari website : ppdb.bandung.go.id)

Menghadapi tahun ajaran 2016, kedua anak saya, si bungsu dan si cikal, akan menghadapi Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB 2016). Si bungsu, Quintza (6 th 6 bulan) akan masuk SD dan si cikal, Azka (15 tahun ) akan masuk ke SMA.

Melihat hasil test Ujian Negara (UN), azka memperoleh nilai 33.80. Nilai yang cukup baik diraih oleh Azka (rata-rata = 8.45). Berdasarkan nilai hasil UN tahun ini, data yang saya peroleh untuk hasil nilai UN se-Indonesia, rata-ratanya cenderung turun. Secercah ada harapan keinginan dan cita-cita dari si cikal untuk masuk SMAN favorit di daerah bandung selatan. Tapi apa daya, cita-cita mentok dengan batasan wilayah. DW (dalam wilayah) dan GW (Gabungan Wilayah) serta LKBR (Luar Kota – Bandung Raya) dan LKLBR (Luar Kota – Luar Bandung Raya).

Saya pelajari dari tahun lalu, bahwa apa yang diterapkan oleh wali kota Bandung mengenai batas wilayah memiliki tujuan diantaranya adalah sebagai berikut :

  1. mengatasi macet
  2. mengatasi kondisi fisik jasmani dan rohani anak
  3. menghilangkan citra sekolah favorit atau paling baik di Bandung (=semua sekolah negeri sama)

tapi… setelah kejadian 2 tahun terakhir ini terlihat sekali ketimpangan yang terjadi, kenyataan yang tidak bisa dipungkiri.

  1. rata-rata kecerdasan anak tiap wilayah berbeda-beda. (terlihat 2 tahun terakhir ini rayon G, H mendomisili perolehan nilai PG (Passing Grade) UN cukup tinggi.
  2. ketika di rayon-rayon domisili tempat tinggal daerah tengah kota Bandung ke atas. Banyak sekali kuota DW yang masih kosong saat ditutupnya pendaftaran.
  3. ketika terjadi kuota-kuota RMP (Rentan Melanjutkan Pendidikan) dan LKBR, serta LKLBR tidak terpenuhi.
  4. Pembagian sekolah yang tidak merata dengan populasi anak sekolah.
  5. Siswa-siswa domisili Kabupaten yang mengejar asa dan cita-cita bersekolah di kotamadya Bandung.
  6. Tidak diseimbangkan pengembangan pelajaran dan pembelajaran antara sekolah di Kabupaten Bandung dan Kodya Bandung.
  7. pembagian wilayah pun tidak dipertimbangkan rute-rute angkot. Terkadang sekolah yang wilayahnya dekat harus 2x naik angkot dibanding dengan sekolah yang letaknya sedikit lebih jauh (terpaut 1-2km) yang hanya dilewati angkot 1x saja.
  8. ketika prediksi-prediksi yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga pendidikan hampir 90 persen meleset. Prediksi di blognya Dudy Arisandy benar-benar keren, padahal sudah dianalisa dengan sangat baik, hanya saja tetap meleset juga.
  9. Ketika banyak siswa yang mengeluh kepada orang tuanya, kenapa punya rumah di “pinggiran” kota –> sesuatu komentar yang tidak perlu diungkapkan oleh seorang anak, tapi apa daya, kondisi aturan PERWAL  (Peraturan Walikota) yang menyatakan demikian. Jangan menyalahkan anak, karena komentar-komentar ini adalah komentar manusiawi.
  10. Ketika banyak yang membuat KK baru secara mendadak (1-3 bulan) sebelum PPDB dimulai, dengan mengantongi surat keterangan dari kecamatan, dan surat-surat lainnya yang mendukung, agar bisa masuk PG DW. Walau di Perwal tertulis minimal 1 tahun, tapi tetap saja yang kurang dari 1 tahun bisa menduduki posisi DW.
  11. ketika banyak sekolah2 yang tidak langsung ONLINE memasukkan atau mengupdate pendaftar di hari yang sama. (untuk hal ini, saya merasa aneh dan tidak habis pikir, masa sekolah semaju dan sefavorit SMAN 5, SMAN 2, SMAN 3 bisa-bisanya tidak mengupload secara real time data pendaftar2 yang telah mendaftar di hari yang sesuai dengan tanggal pendaftaran). –> seharusnya sekolah-sekolah yang seperti ini diberikan sangsi. (menurut saya ya)

Akhirnya, kalo kita review lagi tujuan utama dari pembatasan wilayah :

  • mengatasi macet

Sepertinya tidak teratasi, Bandung yang memang cuma sekian ini luasnya, akan dibagi-bagi per wilayah, sementara label “Sekolah Favorit” masih tercetak kuat di kepala orang tua siswa (seperti saya) yang anak-anaknya akan bersekolah. Terbukti, masih banyak siswa-siswa dari wilayah G dan H yang masih memilih Sekolah-sekolah favorit toh dari wilayah G/H ke SMAN3 dan 5 cukup dengan naik angkot contoh : gedebage-statsiun (1xsaja). contoh lain : Siswa yang berdomisili di perumahan adipura ciwastra sebetulnya lebih dekat ke lokasi SMAN 25 dan SMAN 27, tetapi malah satu wilayah dengan SMAN 24. Terlihat pada gambar di bawah, jarak SMAN 25 dan SMAN 24 untuk Wilayah H.

Screen Shot 2016-07-15 at 05.29.20 Screen Shot 2016-07-15 at 05.28.18

Kemudian, dengan hampir 6500 siswa yang tidak diterima di sekolah negeri, sebagian diantaranya terdapat di wilayah G (SMAN 12, SMAN 16, SMAN 21, SMAN 25  maka –> nilai PG DW= 277 paling rendah di sekolah wilayah G) sehingga siswa yang dibawah UN 277 (rata-rata 7 kurang dikit) di wilayah G juga pada akhirnya akan memilih sekolah-sekolah swasta yang letaknya di pusat-pusat kota tanpa mengindahkan DW atau GW. Ya pada prinsipnya kalo sudah masuk swasta pasti pilih sekalian yang bagus toh?? kan bayarnya mahal. Selain itu juga, pergaulan lingkungan sekolah, lulusan, jalur undangan,  juga menjadi parameter yang mempengaruhi orang tua untuk memilih sekolah.

  • Mengatasi Fisik Jasmani dan Rohani anak

Untuk tujuan yang kedua ini, saya setuju, fisik anak sedikit terkuras bila terkena macet di beberapa titik saat akan berangkat atau pulang dari sekolah. Tapi biasanya, anak-anak yang memilih sekolah yang cukup jauh sudah paham dan sudah mempersiapkan mental untuk menghadapi hal tersebut 3 tahun ke depan.

  • menghilangkan citra sekolah favorit atau paling baik di Bandung (semua sekolah negeri sama)

Menghilangkan citra sekolah favorit atau sekolah paling baik di Bandung di kepala/pandangan masyarakat tidaklah mudah. Untuk beberapa tahun ke depan pasti akan terlihat sman 3, sman 5, sman 8, sman 2 masih akan menjadi HIGHLIGHT cita-cita dan asa para siswa dan orang tua.

Memang dengan munculnya pembagian wilayah, muncul sekolah-sekolah SMA unggulan wilayah, seperti :

  1. Wilayah A : SMAN 2 dan SMAN 1 tetap mendominasi
  2. Wilayah B : SMAN 20 dari dulu sudah mendominasi,  SMAN 10 mulai muncul mendominasi
  3. Wilayah C : SMAN 7 muncul mendominasi GW karena para ortu secara sadar diri bahwa nilai UN mereka sepertinya tidak akan masuk ke PG DW SMAN 3 dan SMAN 5, sebagai SMAN favorit di Bandung
  4. Wilayah D : SMAN 8 tetap menjadi favorit hanya saja semakin menjadi-jadi karena diserbu pendaftar dari wilayah G dan H. SMAN 11 dan 22 otomatis menjadi naik PG nya karena “pindahan” dari SMAN 8.
  5. Wilayah E : SMAN 4 melesat menjauhi 3 SMAN lainnya, menjadi favorit di wilayahnya.
  6. Wilayah F : tersebar merata antara SMAN 13, 9 dan 6
  7. WIlayah G : SMAN 12 melesat mendekati passing grade SMAN 8 di posisi DW, karena mendapat pula “Pindahan” dari SMAN 8 dan SMAN 5. (coba cek deh, data siswa yang menjadi siswa di SMAN 12, rata-rata berkode pendaftar 8, 5 dan 12. (hampir 90%).
  8. Wilayah H : SMAN 24 melesat mendekati passing grade SMAN 8 di Posisi DW, yang juga didominasi dari “pindahan SMAN 5 dan SMAN 8.

Berdasarkan hal tersebut diatas, tetap saja pada akhirnya…. Nilai UN adalah segalanya, bukanlah jarak. Bahkan rangking posisi anak yang bernilai UN sama pun terurut lebih kepada nilai Bahasa Indonesia-nya yang besar kemudian nilai matematikanya. Bila semua sama barulah definisi jarak menentukan.

Tak dapat dipungkiri efek pemetaan wilayah maka SMAN Favorit baru akan muncul menjadi highlight di setiap pikiran orang tua dan anak-anak, mengapa????? karena pada saat awal mereka mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian UN, mereka memiliki target untuk masuk ke sekolah yang mereka cita-citakan.

Note :

Saya sempet kecewa juga begitu ada klarifikasi dari bapak WaliKota, dengan kalimat yang bunyinya menyerupai “kalo tidak keterima di negeri ya anak dan orang tua harus ikhlas” kebetulan putrinya sendiri tidak diterima di negeri dan ikhlas sekolah di swasta.

tanggapan saya :

yaaaa..pak… kalo masyarakat punya uang kayak Bapak, pastinya mereka juga akan ikhlas pilih sekolah swasta yang bagus dan mengeluarkan biaya yang tidak murah. tapi… mbok ya dipikir juga, banyak sekolah swasta yang bagus yang sudah tutup, kalopun bisa ya menempati posisi waiting list, menunggu yang mengundurkan diri. (Bukan berarti sekolah swasta itu jelek ya, karena parameter untuk memilih sekolah itu tentunya banyak, bisa dari posisi, lulusan, jalur undangan, pergaulan dlsbgnya)

Selain itu, mereka yang tidak keterima di negeri tuh bukan anak-anak yang nilai UNnya kecil. Seperti teman anak saya yang nilainya 26,7 karena di wilayah G maka dia tidak diterima di SMA negeri di wilayah G. nilai UN 26,7 itu rata-rata 7 kurang dikit,

Sedangkan di Wilayah C, siswa-siswa dengan nilai UN dibawah 20 bisa masuk ke SMAN 3 dan SMAN 5. Kalo kita lihat dari sisi kesempatan belajar di negeri, tentunya nilai yang lebih baik itu seharusnya lebih menempati posisi sekolah di SMAN negeri, Adilkah???. (mohon maaf bukan mengecilkan, tp lebih pada kesempatan belajar di sekolah negeri).

Untuk hal ADIL ini, Bapak Walikota, berkomentar menyerupai “bahwa setiap sekolah negeri ada hak-hak siswa yang bisa masuk dengan jalur yang dikategorikan UU Guru, RMP, Prestasi, KSP Aset, Inklusi.” Untuk hal ini saya pribadi sudah setuju, hanya saja mohon dilihat lagi prosentase kuotanya. Satu yang perlu dijelaskan mengenai KSP Aset, rata-rata di setiap sekolah tidak terpakai, lebih baik kalo memang tidak ada pihak yang dilibatkan untuk aset kepemilikan saham, tanah, laboratorium dlsbg lebih baik di NOL kan saja, tapi misal untuk sekolah yang menggunakan tanah TNI, AU, dlsbg, monggo boleh diberi prosentase.

Tapi, asa teu nyambung kata ADIL yang dijelaskan bapak. Kalo kata ADIL menurut saya adalah, siswa-siswa ini, bertarung memperebutkan kursi di JALUR AKADEMIK loh paaaaak… otomatis… NILAI adalah SEGALANYA, bukan WILAYAH kalo WILAYAH mah jadinya (posisi menentukan prestasi).  🙂 🙂

Kalo memang Bapak mau memberlakukan perwilayahan, monggo aja pak. da bapak mah Walikota, ari saya mah apa atuh… hehehehe… cuma punten, tolong dipertimbangkan lagi masukan dari saya, di akhir cerita sasadu saya di blog ini. 🙂 🙂 🙂

Mohon maaf ya pak, kalo Bapak sempet baca tulisan saya, dan bapak tersinggung, ini hanya tulisan kecil hati nurani dari kacamata saya ketika saya menjalani perasaan naik roller coaster saat menanti hasil akhir PPDB 2016, dengan harapan anak-anak saya diterima di sekolah yang anak-anak saya tuju.

Terakhir saya ingin memberi masukan :

  1. Website ppdb.bandung.go.id sudah baik, hanya saja mohon diperjelas jumlah pendaftar per setiap harinya, per sekolah, untuk mengantisipasi bila ada kecurangan atau ketidaksamaan data.
  2. Kalau bisa ada counter pengurang berdasarkan nilai UN, sehingga misal bila data NUN 36.00 ada 300 orang, hari selanjutnya tinggal 200 orang, karena yang 100 orang sudah mendaftar. Hal ini ditujukan agar para orang tua siswa bisa memprediksi lebih baik.
  3. beri sangsi pada sekolah-sekolah yang menunda upload data, dan bila ada masalah pada jaringan, umumkan secara langsung di PPDB, toh… tinggal tulis “mohon maaf pendaftar di SMAN Y belum dapat diupload dikarenakan terdapat gangguan jaringan”
  4. beri keputusan pemindahan kuota DW dan GW, di pagi hari di hari terakhir (Kamis, 30 Juni 2016 sekitar pukul 9-10 pagi) pendaftaran seperti yang dilakukan oleh SMAN 8 dan SMAN 12. –> saya acung jempol pada kedua sekolah ini yang sangat cepat memberi informasi penambahan dan pengurangan kuota
  5. Pendaftaran seharusnya benar-benar di STOP jam 14.00 beri waktu sampai jam 17.00 untuk upload data dan kemudian umumkan hasilnya, jadi jangan ditunda sampai 4 hari. Karena menunggu itu rasanya seperti digantung ketidakpastian. Selain itu, bisa menimbulkan hal-hal kecurangan yang tidak diinginkan. Pastikan pula jika ada pengurangan ROMBEL (Rombongan Belajar) seperti di SMAN 3 atau SMAN 5 karena kuota tidak terpenuhi. Tolong pahami perasaan ortu dan siswa saat menunggu, ppdb di Jakarta dan di Bogor sdh mengumumkan final 1 jam setelah tutup. Masa Bandung pake harus nunggu 4 hari. Sudah nunggu, mau lebaran pula, dan sedang berpuasa….mau berpikir masak atau mudik pun tidak bisa. 🙂
  6. berikan pengumuman yang tidak meresahkan para pengikut PPDB, sehingga bisa memberikan ketenangan batin.
  7. pembagian wilayah perlu didukung dengan sebaran data kependudukan yang valid dan rute angkot serta bus sekolah.
  8. Sebaiknya sekolah-sekolah baik di kabupaten dan kotamadya dikembangkan sama rata terlebih dahulu baru memberlakukan perwilayahan, Misal dari jalur undangan perguruan tinggi negeri, pukul rata semua sama, jangan sma-sma unggulan diberi kuota lebih banyak,,…. nahlo… ribet kan ya, krn salah satu ketertarikan magnet SMAN 8 itu jumlah jalur undangannya no 2 terbanyak di Bandung setelah SMAN 3. —–> utk hal ini, gak salah dong orang tua berharap banyak dan menempatkan asa di kedua SMA tersebut?

Yah,…. memang repot untuk mendapatkan hal yang ideal,….

Alhamdulillah, anak-anakku diterima di SD dan SMA yang dituju.

Selain itu, aku berharap,… siswa2 dan orang tua yang “menjadi korban” ketidak siapan sistem ini memiliki hati seluas samudra dan ikhlas sedalam lautan yang dapat membuat semua menjadi dewasa dan berjuang untuk masa 3 tahun yad ke jenjang yang lebih tinggi.

 

Semoga bisa bermanfaat tulisannya.

Semoga PPDB 2017 lebih baik adanya…. Aamiin

Mohon Maaf bila ada perkataan tidak berkenan.

🙂   🙂    🙂

 

 

 


Leave a Reply